Terpaksa Puasa Lagi

Enggak, postingan ini enggak ada hubungannya dengan tidak boleh makan dan minum di siang hari. Tapi ini tentang sepakbola Indonesia. Ya, kita harus rela kembali berpuasa gelar karena timnas U-23 kita gagal meraih emas SEA Games setelah dikalahkan Malaysia lewat adu penalti. Final kemarin seharusnya menjadi momen untuk Indonesia mengakhiri paceklik gelar. Yang terjadi malah mengecewakan. Bahkan lebih parahnya lagi, 2 suporter tewas akibat penuh sesaknya Gelora Bung Karno di laga puncak itu.

Tetap semangat, garuda muda. Jalan masih panjang. Ayo Indonesia bisa!

Gue sendiri gak akan terlalu menyalahkan para pemain ataupun pelatih atas kekalahan ini. Karena gue yakin mereka sudah memberikan yang terbaik dan berjuang mati-matian. Rahmad Darmawan sebagai pelatih pun sudah memasang strategi-strategi yang brilian untuk timnya. Masalah utama terletak pada PSSI. Kenapa harus PSSI?

Kompetisi dalam negeri yang bobrok dan sudah lama tak berjalan mungkin bisa menjadi penyebabnya. Bahkan menurut bang Hedi di blog-nya, kesalahan mendasar pemain juga tanggung jawab klub-klub lokal. Seperti misalnya bagaimana pola dan organisasi permainan yang diterapkan. Di Indonesia, direct ball sudah biasa terjadi. Dari bek langsung di umpan ke lini depan. Jarang, atau mungkin tak ada klub yang memiliki pola permainan umpan satu-dua secara konsisten. Permainan ini menular ke timnas.

Kita lihat bagaimana lini tengah timnas seolah gagap dalam melancarkan sebuah proses serangan. Seperti yang dikutip dari twitter Bang Pange, "Achilles heel kita itu kemarin jelas lini tengah. Bukan cuma pas final, tp sepanjang turnamen". Egi Melgiansyah dan Dirga Lasut yang mengisi pos tersebut di final bermain seperti tanpa pola. Tidak berbeda dengan para seniornya, mereka lebih sering mengirim umpan lambung ke Octo, Andik, atau Tibo yang biasa menyisir sisi lapangan. Pun begitu dengan para bek.

Mungkin mereka ingin memanfaatkan sektor sayap yang begitu rajin memporakporandakan pertahanan lawan dengan mengandalkan kecepatan. Tapi itu tidak efektif. Tetap harus ada pergerakan signifikan di daerah tengah untuk mengontrol bola. Jarak antar pemain seharusnya tidak terlalu jauh agar bisa saling mengumpan dengan baik.

Sekali lagi, gue gak bermaksud menyalahkan para pemain dan jajaran pelatih. Gue justru berterimakasih kepada perjuangan mereka. Membuat para suporter begitu antusias, hampir seluruh lapisan masyarakat bersatu karena aksi garuda muda yang penuh semangat bermain. Mereka masih muda, perlu diarahkan lagi agar tampil lebih baik lagi.

Di luar itu semua kita patut mengapresiasikan timnas Malaysia. Bermain di hadapan suporter musuh bebuyutannya yang terus melontarkan kebenciannya, para pemain mereka tampil cukup tenang. Tanpa mental yang baik, mungkin mereka udah dibantai. Ini skuad yang katanya udah dibentuk selama satu tahun kalo gak salah. Jadi, pembinaan terhadap pemain muda itu sangat penting. Indonesia harus melakukan itu. Ayo Indonesia bisa!

Hadiah dari simPATI

Sabtu (19/11), tepat sehari setelah gue ulang tahun *ciyeee*, gue kembali menyambangi Gelora Bung Karno untuk mendukung timnas Indonesia U-23 di semifinal melawan Vietnam. Kali ini gue dapet dua tiket gratis dari @simPATI. Sekali lagi, DUA TIKET GRATIS! Itung-itung sebagai hadiah ulang tahun. Seharusnya ini gue manfaatin buat ngajak cewek nonton berdua. Tapi karena jomblo dan gak ada harapan ngajak cewek lain, ujung-ujungnya gue ajak temen gue yang cowok. Blah.

Momen untuk menyaksikan langsung lolosnya Garuda Muda ke final ini nyaris gagal terjadi. Gue telat dateng ke GBK. Karena dari pihak simPATI minta gue untuk dateng paling lambat jam 5 sore untuk ambil tiketnya. Sedangkan jam 5 itu gue masih di daerah Karet. Tapi untunglah orang dari simPATI-nya itu yang bernama Nia masih berbaik hati nungguin gue, walau katanya udah kesel pengen pulang, udah hampir jam 6 soalnya. Muupin akoh ea Kak Niaaaa... :'))

Oh iya, tiket yang gue dapet ini tiket VIP Barat. Lalu gue masuk, dan ternyata di VIP barat di sisi kanan itu penuh. Dengan memohon dan meminta bantuan ke panitia, akhirnya gue pindah ke VIP barat yang di sisi kiri. Di situ memang masih terlihat beberapa bangku kosong. Alhamdulillah dapet bangku.

Sekitar pukul 19.30 dimulailah pertandingan yang berjalan ketat ini. Lebih ketat dari celana jeans yang gue pake saat itu. Bukan sekadar pertandingan yang menyuguhkan strategi atau permainan indah, tapi juga trik-trik yang kadang menyulut emosi.

Kalian tau saat kiper Vietnam -yang gue pun susah menyebutkan namanya- itu cedera? Entah dia benar-benar cedera atau tidak, yang jelas dia sangat mengulur waktu. 5 menit lebih ia mendapat perawatan di dalam lapangan. Sudah bangun, kembali jatuh lagi meringis kesakitan. Pelatih Vietnam saat itu tidak berupaya keras untuk mengganti si kiper, padahal dalam 'acting-nya' saat itu sang kiper sudah terlihat seolah beberapa detik lagi ia akan menghembuskan nafas terakhirnya.

Di babak kedua pun terjadi lagi. Kali ini pemain Vietnam bernomor punggung 8, yang juga gue gak tau dan gak mau tau namanya. Dia terjatuh dan kembali mendapat perawatan di dalam lapangan. Wasit sudah seharusnya menyuruh tim medis untuk merawatnya di pinggir lapangan agar permainan bisa terus berlangsung, tapi ini tidak. Saat itulah para suporter meneriakkan "WASIT GOBLOK... WASIT GOBLOK..." Gue yang biasanya kalem pun tersulut emosinya.

Tapi syukurlah Patrich Wanggai dan Titus Bonai bisa mencetak gol dan membawa timnas ke final untuk melawan Malaysia. Yah walapun sayangnya di final Indonesia kembali gagal meraih juara, tapi perjuangan mereka patut diacungi jempol.

Terima kasih, Garuda Muda. Terima kasih, simPATI!



Tradisi Juara dan Regenerasi

Di gelaran SEA Games tahun ini, tim bulutangkis putri Indonesia kembali gagal mempersembahkan medali emas. Di final mereka dikalahkan Thailand 3-1. Hanya pasangan Nitya/Anneke yang mencuri poin melawan ganda Thailand, Aroonkesorn/Kunchala.

Tapi hal positif ditorehkan tim putra Indonesia malam tadi (15/11). Bermain di hadapan ribuan suporter yang memadati Istora, Tommy Sugiarto dkk. berhasil menyumbang emas dengan mengalahkan tim putra Malaysia 3-1 di final. Ini sekaligus mempertahankan raihan mereka di SEA Games 2009 lalu di mana saat itu mereka meraih medali emas dengan menghadapi lawan yang sama di final.

Indonesia mempertahankan medali emas SEA Games di nomor beregu putra

Poin Indonesia disumbangkan oleh Simon Santoso di partai pertama dengan menumbangkan Daren Liew dua set langsung, 22-20 dan 21-12. Pertarungan sengit dan menegangkan terjadi ketika Bona/Ahsan berjuang keras menghadapi pasangan Malaysia, Lim/Goh. Bermain hingga set ketiga, Bona/Ahsan harus mengakui keunggulan lawannya 21-18, 15-21, 25-23.

Dengan dukungan dan teriakan 'Ayo Indonesia Bisa!' dari suporter yang hadir, Tommy Sugiarto melibas perlawanan Moh. Arif dalam permainan dua set 21-13 dan 21-17. Kemenangan Indonesia sendiri ditentukan oleh pasangan Kido/Hendra dengan mengganyang Mak Hee Chun/Ong Soon Hock lewat dua set, 21-10 dan 21- 14 dalam waktu setengah jam.

Malaysia yang di tahun ini tidak membawa Lee Chong Wei, mempercayakan posisi-posisi utama kepada pemain muda. Mereka bertaruh untuk regenerasi, tentunya demi masa depan perbulutangkisan di negeri jiran tersebut. Indonesia sendiri masih mempercayakan pemain-pemain langganannya seperti Simon ataupun Kido/Hendra. Bahkan Taufik Hidayat pun masih dimainkan ketika berhadapan dengan Thailand di semifinal.

Sudah saatnya Indonesia memunculkan lagi atlet-atlet berkualitas lainnya terutama untuk tunggal baik putra maupun putri. Simon Santoso, pemain muda yang sebenarnya cukup menjanjikan. Hanya saja performanya yang angin-anginan membuat ia tampak belum bisa menjadi andalan. Tommy Sugiarto dan Hayom Rumbaka mungkin tinggal menunggu waktu saja. Sedangkan di ganda putra, Bona/Ahsan sudah mulai menggeser dominasi Kido/Hendra. Di belakangnya masih ada Ryan/Angga yang cukup memukau di Indonesia Open beberapa bulan lalu.

Sementara untuk putri, belum ada generasi emas yang mampu tampil apik seperti Susi Susanti atau Ivana Lie. Maria Kristin dan Adriyanti Firdasari belum bisa berprestasi. Mereka lebih sering berkutat dengan cedera. Sementara pemain muda seperti Maria Febe, Linda Weni, atau Ana Rovita penampilannya tidak menonjol. Di posisi ganda putri mungkin lebih baik. Di sana terdapat nama-nama seperti Vita Marissa, Lilyana Natsir, maupun Greysia Polii. Tapi generasi setelahnya masih belum muncul.

Indonesia masih menunggu srikandi-srikandi
bulutangkis berprestasi penerus Susi Susanti


Kita menunggu lahirnya pemain-pemain yang akan menjadi andalan Indonesia untuk meruntuhkan hagemoni pemain-pemain China di dunia bulutangkis ini. Tentunya dengan pembinaan yang terkontrol dan juga menambah jam terbang atlet-atlet muda. Ayo Indonesia Bisa!

Harapan Itu Ada di Garuda Muda

Mimpi Indonesia untuk berlaga di Piala Dunia 2014 kandas sudah. Gelontoran empat gol Qatar ke gawang Hendro Kartiko di Doha (11/11) memupus harapan anak-anak asuh Wim Rijsbergen. Untuk saat ini, Indonesia memang belum mampu tampil apik di level Asia.

Beberapa jam sebelum pertandingan timnas Indonesia senior, Garuda Muda mampu mengalahkan Singapura di ajang SEA Games 2011 dengan dua gol tanpa balas. Otomatis semua menaruh ekspektasi tinggi kepada timnas U-23 untuk membangkitkan prestasi Indonesia di cabang sepakbola.

Di laga yang berlangsung keras melawan Singapura, Indonesia berhasil unggul cepat di menit pertama lewat aksi Patrich Wanggai setelah menerima sodoran dari Tibo. kehilangan satu pemain di pertengahan babak pertama akibat kartu merah, Singapura kembali kebobolan. Giliran Tibo yang menjebol gawang The Young Lions dan mengubah kedudukan menjadi 0-2. Skor tersebut bertahan hingga peluit panjang dibunyikan.

Dua hari berselang (13/11), giliran Thailand yang menantang timnas Indonesia. Bertanding di lapangan yang kurang mulus akibat diguyur hujan, tim Gajah Putih Muda terpaksa bermain dengan 9 orang pemain karena 2 pemainnya diganjar kartu merah. Indonesia mampu memanfaatkan keadaan ini dan menang 3-1 lewat gol Tibo, Patrich, dan Sinaga. Kemenangan ini sekaligus menyingkirkan tim sepakbola Thailand dari event SEA Games 2011.

Duo Papua lambungkan timnas Indonesia (pic via: bola.net)

Performa yang timnas Indonesia U-23 perlihatkan cukup membuat kita girang. Memang masih ada beberapa kesalahan elementer, dan juga mereka masih 'hanya' bertarung di level Asia Tenggara. Tapi setidaknya harapan untuk berbicara banyak di pentas sepakbola Internasional itu ada.

Tentunya momen ini betul-betul harus dipelihara sebaik mungkin agar tidak hanya menjadi euforia sesaat. Seperti halnya ketika Piala Asia 2007 dan Piala AFF 2010 lalu. Timnas begitu dielu-elukan ketika bermain luar biasa, namun setelah itu performanya memble lagi. Kami percaya, jika konsisten seperti ini, Rahmad Darmawan dan juga anak asuhnya mampu memberikan emas SEA Games pertama dalam 10 tahun terakhir. Ayo Indonesia Bisa!



Inilah Saatnya!

Ajang olahraga 2 tahunan se-Asia Tenggara yang akan dimulai 11 November 2011 ini memunculkan dua penilaian di mata saya. Dari sisi penyelenggaraan, jelas sebuah aib karena sampai H-1 beberapa venue belum rampung. Ini gak lepas dari kasus korupsi yang terjadi di masa persiapannya. Euforia pun gagal diciptakan dari jauh hari karena hiasan seperti umbul-umbul maupun pernak-pernik SEA Games lainnya tidak nampak semarak.

Namun dari sisi kesiapan atlet, sudah gak diragukan lagi. Mereka sangat bersungguh-sungguh dan termotivasi karena tampil sebagai tuan rumah. Bahkan kabarnya beberapa atlet, seperti atlet panahan, rela merogoh koceknya untuk mendapat peralatan sendiri karena mereka gak di-support peralatan dari pengurus pusat. Tanda mereka sangat ingin memberikan yang terbaik bagi Indonesia.

AYO INDONESIA BISA! Jargon yang sering diucapkan untuk menebar pengaruh positif dan meyakini bahwa Indonesia bisa menjadi juara. Tapi berapa besar kans Indonesia untuk menjadi juara umum? Mengingat saat ini negara-negara Asia Tenggara sudah berkembang pesat. Termasuk negara-negara kecil seperti Laos, Brunei Darussalam, atau Timor Leste yang biasanya hanya menjadi penggembira saja.

Memang, Indonesia masih menjadi yang terbaik karena sudah 11 kali berhasil menyabet juara umum. Terbanyak diantara negara peserta lain. Tapi itu pun terakhir kita raih pada SEA Games 1997 yang penyelenggaraannya di Jakarta. Terhitung, Indonesia belum pernah juara lagi selama 6 penyelenggaraan terakhir. Bagaimana untuk menatap jauh ke ajang yang lebih besar seperti Asian Games atau Olimpiade kalau di SEA Games saja prestasi kita menurun?

Tapi bagaimanapun, sebagai warga Indonesia kita harus optimis. Statusnya sebagai tuan rumah akan membuat para atlet berjuang mati-matian. Semoga persiapan yang mereka lakukan dapat menuai hasil maksimal dan positif. Berharap kita tidak kehilangan medali di cabang-cabang yang memang sering menjadi lumbung emas seperti bulutangkis, angkat besi, lari, dan beberapa lainnya. Inilah saatnya, AYO INDONESIA BISA!